Posts

Showing posts from June, 2017

CERPEN YANG DATANG DARI DUNIA PIKIRAN ANAK-ANAK OLEH YETTI A. KA

Image
image Julesplace.com Menjelang sore Deori berpikir tentang mama yang kembali menjadi seorang bocah. Dalam pikirannya itu, hujan baru saja reda, menyisakan gerimis halus yang cantik. Ia duduk di sudut halaman, sejajar dengan batang mangga apel yang ada di sudut lain, sedang menulis nama salah seorang teman kelas—Maora yang pendiam—di tanah lembab saat dilihatnya sesuatu melayang dari pohon mangga apel sedang berbunga, dan ternyata itu mama yang menjelma seorang bocah. Melihat mama jatuh melayang dari pohon mangga apel, seketika Deori berdiri. Mama? desisnya. Mama? Pipi mama yang bulat, mirip Tinker Bell, memancarkan cahaya berkilau. Rambut panjangnya terurai melewati bahu. Bola mata besar, hitam. Bibirnya tampak merah kenyal. Mengingatkan ia pada permen Yupi.  Mama melambaikan tangan sekilas. Deori mengembangkan senyum lebar seakan mereka sudah pernah bertemu sebelum ini hingga ia sama sekali tidak merasa canggung atas kemunculan mama sebagai seorang bocah yang terkesan tiba-tiba itu.

CERPEN SAYA DAN LELAKI YANG MENANGIS OLEH

Image
image Telegraph Men Sudah satu jam ia menangis. Sudah satu jam pula saya hanya memandanginya dengan tatapan mata sama melankolis dengan perasaan seseorang yang telah meminta saya datang menemuinya ini. Saya tahu betul apa yang ia butuhkan, sebagaimana saya tahu keinginan orang-orang yang pernah menghubungi saya, lalu membuat janji bertemu di tempat yang mereka tentukan sendiri (biasanya tempat yang jauh dari keramaian). Dan, bagi saya, ini kali pertama menghadapi seseorang yang menangis selama satu jam dan belum berkata sama sekali, apalagi berteriak-teriak mengeluarkan seluruh kotoran yang mengendap di perasaannya, yang barangkali telah ia simpan berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Lelaki ini hanya betul-betul menangis. Namun begitu, dari cara menangis, saya tahu sesungguhnya ia telah mengalami sesuatu yang berat dalam hidup. Saya tidak akan menanyakan soal itu padanya. Itu bukan urusan saya. Saya dihubungi olehnya untuk menjadi seorang pendengar (bukan seseorang yang menatap

CERPEN MUSIM GUGUR KE TIGA OLEH WENDOKO

Image
image Baylei Emma  Kamar itu buram. Ada cahaya lampu berwarna jingga yang buram. Dinding-dinding kuning-cokelatnya juga buram. Lalu langit-langit yang hitam.  Tapi perempuan itu sudah terbaring di ranjang. Kepalanya mendongak. Blus sutra yang dikenakannya terbuka pada dada, sementara ia terus menciumi perut perempuan itu. Di samping kepalanya, kaki perempuan itu terangkat, menekuk dan menjejak ke tepi ranjang. Kaki yang mengilat, hampir seperti porselen. Dan perempuan itu tersengal. Selama beberapa saat ia merasakan sensasi yang aneh di punggungnya. Seperti ada kaki-kaki serangga merayap, dan terus menggelitik sampai tengkuk. Tenggorokannya lalu menguarkan bunyi halus, seperti gumam.  Samar-samar ia menangkap suara dengung, seperti filamen mendengung pada lampu neon.  Lalu di kamar itu hanya pecahan-pecahan warna. Kuning. Kuning-cokelat. Jingga, mungkin merah. Lalu cokelat-merah, hijau-pudar, dan hitam yang pecah. Warna-warna yang melingkar, terpilin dan berputar. Terpilin dan berput

CERPEN KENANGAN PADA SEBUAH PERTANDINGAN OLEH SUNLIE THOMAS ALEXANDER

Image
image   Lapangan yang tak adil, kata Aswin. Bek kanan yang tangguh, tapi mudah terpancing emosi. Ia tidak membenarkan, tak juga menyangkal. Pemain lawan juga sering mengeluh jika bertanding di lapangan sepak bola kampungnya itu. Kesebelasan yang mendapat giliran menempati sisi lapangan yang landai mesti berjuang lebih keras. Bola bakal bergulir lebih liar dan lawan menyerbu seperti air bah. Setiap kali bola datang, Aswadi kiper timnya, terpontang-panting mengamankan gawang. Sebaliknya, alangkah sulitnya menggiring si kulit bundar ke gawang sebelah.  Usianya kala itu baru belasan tahun. Mereka patungan menyablon kaus. Biru cerah seperti kostum Les Bleus, tim nasional Prancis. Ia kebagian nomor punggung tujuh. Gelandang kiri. Sebetulnya ia lebih suka bermain sebagai penyerang dan selalu yakin ia pemain haus gol. Serangan-serangannya tajam, menusuk langsung ke jantung pertahanan lawan. Namun, Bang Amran berkeras ia harus main di sayap.  “Tendanganmu kurang akurat, tapi umpan-umpanmu bag